KETERBATASAN INTUISI DAN PENGALAMAN MANUSIA TERHADAP HAKIKAT MUTLAK

Pengalaman religius merupakan pertemuan dengan yang mutlak dan agung tak ada pengalaman tanpa interpretasi. Ketika pengalaman diinterpretasikan, maka keterbatasan manusia (keterbatasan historis, bahasa, sosial, fisik) dan pengaruh kultural akan berperan. Maka akan muncul berbagai ekspresi yang tercipta dalam bentuk keyakinan-keyakinan beraneka ragam, tetapi disaat semuanya sama akan diperkaya oleh hakikat. Immanuel Kant yang terkenal dengan epistemologi memilah antara "sesuatu dalam esensinya sendiri" dan "sesuatu untuk kita" yakni sesuatu yang tahap kemunculannya di depan system indra manusia.

Kant membedakan antara alam pada esensinya sendiri "alam rasional" dan "alam yang muncul di depan kesadaran dan insting manusia" yang disebut "alam fenomena". John hick memberikan penjelasan tentang perbedaan penafsiran mengenai hakikat. Hick memilah antara fakta dalam esensinya sendiri (nomena) dan fakta yang dinalar dan dialami oleh setiap manusia dan kebudayaan (fenomena). Ketika manusia berupaya menjelaskan esensi fakta maka yang dijelaskan hanyalah fakta yang nampak pada dirinya. Sifat-sifat esensi fakta oleh tiap individu bergantung pada pemahaman-pemahaman yangmereka gunakan dalam memberikan penafsiran. So, tidak ada pertentangan antara orang yang menyakini bahwa tuhan adalah hakikat puncak yang tak teridentifikasi.

Keterbatasan intuisi dan pengetahuan manusia hanya menjelaskan adanya kemajemukan pengetahuan manusia tentang hakikat agung dan mutlak serta menjadi sebab munculnya berbagai macam agama dan mazhab.

by : lieva

1 comments:

Anonim mengatakan...

itulah namanya manusia, entitas manusia terlalu kecil bagi eksistensi Tuhan.
yang jelas aku sepakat dengan Liefa

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger