Puasa merupakan simbol perlawanan. Penguatan esoteris menjadi wujud pembentukan individu yang paripurna, yang kemudian terakumulasi dalam sikap sosial. Pemaknaan akan rasa ketulusan (ikhlas), kejujuran (amanah) serta solidaritas sosial (at tadlomanu ijtima'i), adalah unitas organik peradaban (tamadun) dalam menciptakan cita-cita masyarakat madani yang egaliter, demokratis dan konstitusional. Mampukah puasa kita merajut pilar yang demikian itu? Atau hanya masih sebatas memenuhi tuntutan syar'i semata yang minimalis itu? Mari kita renungkan sendiri, dan bukan perenungan kolektif.(is)
0 comments:
Posting Komentar